Minggu, 05 Mei 2013

Sebuah Cerpen


                                         Amay!!!

Aku sudah lelah menunggunya, tapi dia belum datang juga. Hari sudah hampir gelap jarak dari  toraja-makassar memang cukup jauh sekitar delapan sampai sembilan jam, tapi dia mengatakan padaku akan tiba pukul lima sore ini, tapi sudah satu jam aku menunggunya dia belum datang juga. Sempat terlintas dipikiranku hal-hal buruk. Mungkin saja dia sudah tiba tapi tersesat, atau dia kecelakaan tapi, pasti dia menelponku kalau dia kenapa-kenapa, pikirku sedikit menenangkan pikiran buruk yang datang .
Preeeeeppptttttt..... suara sebuah bus yang berhenti tepat dihadapanku. Semua penumpang  bus itu satu per satu turun dengan membawa tas bawaan mereka, di pintu belakang turun sesosok makhluk manis berkemeja biru kotak-kotak, jeans hitam dengan membawa ransel yang kelihatannya cukup ringan dan sangat santai dengan topi hitam yang membuatnya tampil cool. Aku melihat rapat-rapat sosok tersebut yang mengingatkanku pada seseorang. Tepat, dia mirip dengan amay aku pun terkejut dan berteriak histeris kemudian menghampirinya. “ aamay..amaay.”  teriakku sambil berlari kecil menghampirinya, aku memeluknya. Amay spontan kaget, kemudian memandangiku rapat-rapat. “kamu... kamu alea, kamu alea kan?.” Tanyanya memastikan diriku.
“ Iyah, aku Alea.” Jawabku.
*****
                Kami telah sampai di kamar kostku yang mungil, beralaskan karpet merah. Aku kemudian membuatkannya secangkir teh dan mengelurkan setoples bronis, yang spesial kubuat untuknya.
“ minumlah selagi panas dan ini bronis kesukaanmu, aku sendiri loh yang buat.” Kataku sambil membuku tutup toples.
“ Hummm... sekarang kau banyak berubah yah mandiri, dewasa, dan mungkin tak seperti dulu lagi padaku.” Jawabnya yang membuatku sedikit terkejut.
“maksudnya?.” Tanyaku, tapi sebenarnya aku mengerti maksudnya.
“Bronismu enak yah.” Jawabnya menyelah pembicaraan.
“Iyah lumayan, makanlah sepuasnya . Bronis ini kubuat khusus untukmu.” Kataku.
Aku mulai merasa tak nyaman ada didekatnya, aku takut rasa itu muncul lagi. Rasa yang selama ini aku tutup rapat-rapat dan berharap tak terbuka lagi, yang telah memakan waktu lama untuk melupakannya dan meninggalkan kehidupanku di masa lalu, yang tanpa tujuan dan kotor. Adzan maghrib mulai terdengar aku meninggalkannya untuk mengambil air wudhu. Sepertinya dia sangat lelah, dan terbaring pulas di atas kasur tipis tepat di sebelahnya kau menunaikan shalat maghrib. Salam kemudian do’a kupanjatkan kepada Sang Kuasa, berharap Amay bisa kembali ke jalan yang benar dan meninggalkan kebiasaan buruknya.
“Kau sholat juga?.” Tanyanya mengejutkanku, belum sempat aku menjawab. “tentu saja, sekarang kau juga sudah berjilbabkan, kau tak malu membawaku ke sini, bertemu dengan teman-temanmu?.”
“Tentu saja tidak, kau juga temanku kan?.” Jawabku
mah“sekedar teman? Oh...iyah. tapi bagaimana kalau mereka itu tau kalau aku ini se....”  Belum sempat Amay melanjutkan kata-katanya, aku langsung memotongnya.
“kamu adalah Amay kan. Sudahlah ayo kita makan, aku tau kau Pasti lapar.”
                Di atas karpet merah telah tersedia makanan yang kumasak sendiri. Aku mengambilkan makanan untuk Amay dimana lauknya gulai tahu dan sambal udang.
“Wah... kamu juga sudah bisa masak yah, dan kau juga masih ingat makanan favoritku.” Komentarnya
“Iya.” Jawabku singkat.”selama tiga tahun ini kau sibuk apa saja?.” Tanyaku.
“Aku kuliah dan mengembangkan hobbiku.”
“Keluargamu apa kabar?.”
“mereka baik. Selama ini aku mencarimu tapi baru dapat sekarang dari Loren sepupuku.”
“Iyah, Loren teman kuliahku, aku juga taw kamu darinya.”
“Selama ini kau tidak mencariku?.” Tanya amay yang mengejutkan dan membuatku terselak. Aku tak tau harus menjawab apa, karena selama ini aku memang sengaja menghindar darinya. Kemudian adzan Isya berkumandang, aku menghela nafas panjang. “Hhuuuuuu.....” dan menjadikan alasan untuk menghindar dari pertanyaan-pertanyaannya. Aku pamit meninggalkannya untuk mengambil air wudhu.
*****
                Pagi ini aku mengajaknya jalan-jalan ke sebuah mall, aku sebenarnya bermaksud untuk mengajaknya ke seorang psikolog, tapi rasanya itu terlalu cepat, dan aku mengurungkan niatku itu. Di mall aku mengajaknya ke stand pakaian wanita, aku memilih-milih pakaian untuknya dan memintanya untuk mencoba dan memperlihatkannya padaku. Marvelous, dia sangat cantik dan anggun, baru kali ini aku melihat amay si gadis tomboy itu menggunakan gaun. Tapi setelah dia mencoba gaun-gaun itu, dia kemudian melepas dan melemparkan semua gaun itu ke wajahku.
“kau tak perlu melakukan semua itu untuk merubahku, tak ada yang bisa merubahku kecuali diriku sendiri, termasuk kau.” Kata-kata itu seakan menampar wajahku masuk ke celah-celah hatiku menembus jantungku dan berdetak dengan kencang. Amay berlari meninggalkanku. Aku mengejarnya tapi langkahnya tak secepat aku. Aku kehilangannya  aku panik dan mencarinya kemana-mana, akubertanya kepada setiap pengunjung mall, tapi tak ada yang melihatnya. Aku terus mencari dan mencari, aku merasa sangat bersalah padanya, aku menyesal atas  apa yang telah kulakukan padanya, aku telah menyakiti hati Amay, gadis tomboy bermata  sipit berdarah tionghoa.
“Aleaa...” sapa  Anita sahabatku.
“Kamu ada di sini, dengan siapa? Kok kamu nggak ajak kami.”
“Anita, Widya... Aku sedang mencari seseorang cewek pakai topi hitam, rambut bob, pakai kemeja merah jeans hitam. Apa kalian melihatnya?.” Tanyaku panik
“Memangnya dia siapa?.”
“Kalian nggak liat yah, ya udah  aku mau nyari dulu kalian belanja duluan yah.” Jawabku panik
Aku masih terus mencarinya, tapi aku tak kuat lagi berjalan. Tenggorokanku rasanya kering, aku kemudian mencari minuman dingin. Tapi di sana di restauran solaria, Amay duduk dan menikmati segelas teh manis. Aku menghampirinya dan sedikit demi sedikit hatiku pun merasa lega, sekalipun rasa bersalah itu semakin besar.
“Amay... maafkan aku, aku tidak sepantasnya melakukan itu padamu.” Pintaku mersa bersalah, tapi amay hanya diam.
“Aku tidak bermaksud seperti itu, maafkan aku.” Pintaku untuk kedua kalinya, tapi dia masih saja diam.
“Maafkan aku, aku bersalah, aku telah menyakiti hatimu.” Pintaku sambil memegang kedua tangannya.
“nggak apa-apa, kau pasti haus kan? Mengejar dan mencariku kemana-mana. Ini minumlah jus ini, sengaja ku pesan untukmu.” Katanya dengan lembut. Aku merasa tersentuh, setidaknya  dia telah memaafkanku dan tak marah lagi padaku.
*****

                Setiba di kampus anita dan winda langsung mengitrogasiku dengan sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang membuatku bingung sendiri.
“ Al kamu kemarin cari siapa sih, berlari kepanikan kesana-kemari, kayak orang kebakaran jenggot ajah.” Tanya anita dengn gaya bicaranya yang begitu serius tapi tampak l;ucu dengan ekspresi wajahnya.
“Iyah, Al kemarin kami juga ngeliat kamu makan di restauran  sama seorang cowok, dia siapa sih. Pacar kamu?.” Tanya Winda padaku. Belum sempat aku menjawab, anita kemudian menyambng pembicaraan dengan nada sedikit menusik. “ wah... dia pacar kamu? Kok nggak bilang-bilang sih, sekarang Alea sudah main rahasian nih, punya pacar baru ngak bilang-bilang.”
“kalian apaan sih, dia temanku dia cewek.”
“terus siapa dong?.” Tannya Anita.
“oyah.. aku harus pulang duluan kasian amay di rumah sendiri.”
“Amay..?.” Jawabnya serentak. Tapi aku tak merespon percakapan mereka lagi, rasanya untuk menceritakan itu kepada mereka perlu waktu yang tepat dan suasana yang mendukung, jauh dari keramaian kampu dan kesibukan-kesibukan akan tugas yang telah menumpuk. Tapi tanpa setahuku mereka berdua membuntutiku sampai ke kamarku.
                Ku buka pintu kamar, ternyata tak terkunci. Ku dapati Amay sedang terbaring pulas, mungkin dia begitu lelah membersihkan kamar, mencuci pakaian, dan memasak makan siang untukku. Dalam pulas tidurnya, ku tatap wajah imut, manis, dan chinese itu, parasnya begitu indah, tapi mengapa dia menyalahkan kodratnya sebagai seorang wanita. Udara di luar  semakin dingin, karena hujan nampaknya semakin deras.  Aku kemudian menyelimutinya, tak terasa pipiku basah oleh deraian air mata, tatkala mengingat kengan-kenanganku di masa lalu dengannya. Usai menyelimutinya aku tertegun dan mengingat-ingat kembali semuanya, mengingat saat pertama kali bertemu dengannya hingga  pertemuanku dengannya saat ini. Tapi aku kemudian tersadar dar tegunanku, semua itu hanyala kenangan masa laluku, kemudian cepat-cepat kubuang dari pikiranku sembari mengucap kata Astaghfirullahuladzim. Namun tanpa setahku dari luar kaca jendela sejak tadi  Anita dan widya mengamatiku dengan sejuta rasa penasaran. Tapi rupanya mereka tak bisa terlalu lama mengamatiku dari jendela kaca itu, karena suara teriakan winda terdengar jelas dengan penuh ketakutan pada seekor anak kucing yang menghampirinya karena kedinginan. Aku kemudia membuka pintu.
“kalian...!!”.tatapku keheranan.
“Alea...!!”. jawaba mereka dengan ekspresi kusut, penuh ketakutan bak maling yang ketangkap basah.
“kalian ngapai di situ, ayo masuk di situ hujan deras, kalian bisa kedinginan”.
*****
Aku kemudian mengajak mereka masuk dan menyuguhkan segelas teh hangat dan setoples bronis. Tapi rupanya mereka lebih tertarik mendengar ceritaku tentang rasa penasarannya yang kian bergejolak dan seaakan ingin meledak. Karena merasa kasihan dengan kegigihan mereka, aku pun menceritakan semua yang terjadi denganku di masa lalu. Mulai dari pertama kali berkenalan, berpacaran, dan putus dengan Amay. Mendengar ceritaku mereka seakan tidak percaya dengan diriku di masa lalu yang kotor dan penuh dosa, tak seperti yang mereka lihat sekarang, dihadapannya sekarang sesososk wanita penyejuk kalbu, dengan busana muslimah yang meneduhkan. Mereka kemudian memelukku rapar-rapat seusai aku menceritakan semuanya. Tapi entah mengapa Anita masih bingung dengan wanita yang kucari di mall waktu itu, dan cowok yang bersamaku di restaurant.
“Terus cowok yang di restaurant itu siapa?”. Tanya tampak serius. Aku dan winda tertawa gelih.
“Amay!!.” Jawab kami serentak sambil mencubit pipinya yang temben itu dengan gemash.
Amay kemudian terbangun kaget mendengar teriakan kami.
“iyah... aku”. Jawabnya menghampiri kami dengan mata sipitnya.
“lalu dia siapa?”. Tanya Anita lagi.
“Amay!!”. Jawab kami serentak lagi, sambil tertawa kegelian. Amay si gadis tionghoa itu kebingungan sambil menggaruku-garuk kepalanya dan tersenyum sipu. Aku menghampiri Amay.
“iyah.. ini Amay kekasih wanitaku di masa lalu, gadis yang hilang di mall, dan cowok yang bersamaku di restaurant kemarin.” Jelasku pada Anita. Gelak tawa pun kembali terpecah, tapi Amay si gadis bermata sipit itu hanya tersenyum sipu.
                                                                                                                                                                                AIRAN


Tidak ada komentar:

Posting Komentar